Rabu, 30 Desember 2009





Senin, 28 Desember 2009





Minggu, 13 Desember 2009

SUSAH MENCARI KEBENARAN

Pada zaman ini mencari kebenaran sangat susah sekali yang salah di perjuangkan, namun yang kebenaran dipersalahkan kapan kita akan maju kalau pikirikan kita selalu seperti itu????........................

kawan-kawan mari kita rubah sipat seperti itu jangan adalagi belenggu yang selalu ada pada diri kita krena belenggu itu dapat merusak diri kita sendiri.

mari kita rubah segalanya yang benar ditegakkan yang salah di hancurkan "IKUTI KATA HATI NURANIMU"

IKUTI….

Tabligh Akbar

“Alhamdulillah muhammadiyah telah berusia satu abad (100 th)”

Bersama

KETUA PP MUHAMMADIYAH

Didukung atraksi drumband, dan musik.

Text Box: PENDOPO PRINGSEWU  SABTU, 26 DESEMBER 2009  PUKUL 10.00 - SELESAI


RUTE PAWAI PASUKAN DRUMBAND

Pangkalan 1 :

Rute : STKIP Muhammadiyah Pringsewu – Jl. Kh Gholib – Jl. Sudirman – Pendopo

Pasukan : Drum band SD / SMP Muhammadiyah Banyuwangi

Anggota : STKIPM, STIEM, STIKesM Prodi Keperawatan, SD / SMP M Sukoharjo.

Koordinator : Azhrul Fazri Siagian, Fathoni SE.

Pangkalan 2 :

Rute : SMK Muhammadiyah Pringsewu – Jl. Ahmad Yani – Jl Jendral Sudirman – Pendopo

Pasukan : Drum Band SMA Muhammadiyah Pringsewu

Anggota : SMP M 1 Pringsewu, SMP M 1 Gadingrejo, SMPM 2 Gadingrejo, SMP M 3 Gadingrejo, SMA M 1 Pringsewu,

SMK M 1 Pringsewu, Mahasiswa STKIP M Semester 1.

Koordinator : Sigit Budiarto, S.Pd, Madkhan WS, S.Pd, Drs. Irwan Aspadi.

Pangkalan 3 :

Rute : Jl Ki Hajar Dewantara (Asrama STIKes M Pringkumpul) – Jl Sudirman – Pendopo

Pasukan : Drum Band SMP Muhammadiyah Ambarawa

Anggota : SD M Ambarawa, SMP M Ambarawa, SMK M Ambarawa, MA Pardasuka, Mahasiswa STIKes M Prodi

Kebidanan.

Koordinator : Drs. H. Attoriyadi, Ns. Tri Wijayanto, S.Kep.

Pangkalan 4 :

Rute : Pasar Baru Pringsewu – Jl Sudirman – Pendopo

Pasukan : Drum Band SD Muhmmadiyah Pringsewu

Anggota : SD M Pringsewu, SMP M 1 Pagelaran, SMP M 2 Pagelaran, HIZBUL WATHAN dan Tapak Suci.

Koordinator : Drs. Supriyatno M, Erizal, Giyoek Sutanto BA.

Khusus Drum Band TK ABA Display di Pendopo Mulai Pukul 09.00 WIB

PAWAI START JAM 09.00 WIB

“Acara ini didukung oleh :Sekolah Muhammadiyah, Ortom Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Muhammadiyah

Se-Kabupaten Pringsewu”

Selasa, 01 Desember 2009

PENGUMUMAN

DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH CALON PERSONIL KOKAM BAHWA PELATIHAN KOKAM AKAN DILAKSANAKAN PADA TANGGAL 18-20 DESEMBEER 2009 DI TEMPATKAN PADA DAERAH AMBARAWA YAITU SMP MUHAMMADIYAH 1 AMBARAWA KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG

Senin, 16 November 2009

pengumuman

di beritahukan kepada calon anggota kokam perguruan tinggi muhammadiyah pringsewu lampung bahwa pelatihan kokam di adakan pada tanggal 16-20 desember 2009 di temapatkan di komplek SMP 1 Muhammadiyah Ambarawa.

an, sekretaris
panitia pelatihan kokam

ttd

ilham sani. c

Selasa, 10 November 2009

kok jaman sekarang ini mahasiswa sangat mudah menyusun SKRIPSI

Ass...................

LATAR BELAKANG MASALAH :

pada jaman ini kok masih ada yang membuat skripsi yang masih bersetatus semester 7 pada hal ada yang belum di tempuh mata pelajaran yang benar-benar harus diikuti mahasiswa yaitu PPL dan Apliandik.

namun ada perguruan tinggi X yang mayoritasnya mahasiswa paling banyak dikabupaten tersebut anggap saja kabupaten P(di rahasiakan)sudah bisa menyusun Skripsi pada hal mereka belum melaksanakan PPL dan Apliandik, justru itu saya heran apakah ini aturan baru dari perguruan tinggi X tersebut.

semoga para akademis agar dapat memperhatikan mahasiswanya agar tidak terjadi seperti

JUDUL :

MENYUSUN SKRIPSI PADA SEMESTER 7 YANG BELUM MENGIKUTI PPL & APLIANDIK.

Minggu, 08 November 2009

GURU KENCING BERDIRI, MURID ...

Manusia adalah makhluk yang memiliki daya imitasi yang amat tinggi. Maka tak salah kiranya bila pepatah mengatakan guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Maksudnya, apabila guru mencontohkan sesuatu pada siswa, bukan tak mungkin siswa akan meneladaninya plus menciptakan beberapa modifikasi yang kreatif atas contoh si guru. Contoh saja, perilaku siswa di kelas IT saya minggu ini. Saat diberi instruksi untuk membuat kalender menggunakan satu program tertentu, tanpa diperintahkanpun mereka berinisiatif menambahkan gambar dan sebagainya pada kalender mereka yang saya akui memberikan sentuhan akhir tersendiri pada karya mereka.
Meskipun kata orang-orang yang pintar soal pendidikan guru sekarang tidak boleh lagi menjadi pusat pembelajaran, tapi tak dapat disangkal sosok guru dalam kelas masih mendapatkan prestise yang tinggi di mata anak-anak. Guru adalah teladan yang ideal. Apapun yang dilakukan, dikenakan, atau dikatakan guru berpotensi ditiru oleh anak.
Proses belajar lewat observasi ini disebut modeling, dan sayangnya proses ini masih kurang dipergunakan secara optimal oleh guru untuk membentuk karakter anak. Bila guru bersikap ceria dan antusias, sikap ini akan menular ke anak-anak. Saat guru memperlakukan murid dengan sopan, maka murid akan belajar memperlakukan orang lain dengan sopan pula. Perilaku guru menciptakan atmosfer lingkungan dalam kelas. Sebagai tambahan, anak akan lebih mungkin merespon gurunya bila mereka memandang gurunya sebagai igur yang kompeten, penuh kasih sayang, suportif, lucu, dan menarik
Jadi hati-hatilah para guru,
kalau anda mengintimidasi siswa, bisa jadi ia akan menjadi pribadi yang intimidatif nantinya,
jika anda terlalu permisif pada siswa, bisa jadi ia akan menjadi figur yang tidak mengenal aturan.
Namun bila Anda mampu memperlakukan siswa sebagai manusia dengan penuh kasih, maka ia mungkin dapat tumbuh menjadi figur yang penuh kasih.

Selamat Mengajar

Sabtu, 07 November 2009

Harmonisasi Peran Aparat Penegak Hukum Dalam Memahami Peraturan Perundang-undangan Tentang Tindak Pidana Korupsi
Harmonisasi dalam pengertian yang sempit mempunyai makna usaha bersama untuk menyamakan pandangan, penilaian atau langkah tindakan guna dapat mencapai tujuan atau target bersama. Karena merupakan bentuk usaha bersama maka terdapat jamak pihak yang terlibat di dalam pencapaian tujuan atau target bersama tersebut. Mengapa harus diharmonisasikan? Tidak menutup kemungkinan berawal dari dua hal. Pertama, berawal dari keinginan sebelum melangkah maka pihak-pihak yang turut berperan untuk mencapai tujuan atau target bersama tersebut harus menyatukan pemahaman sebelum masing-masing mengambil langkah. Kedua, kemungkinannya berawal dari telah terjadi satu atau banyak perbedaan pemahaman untuk mencapai tujuan atau target bersama.
Kemungkinan yang kedua, kalau tidak secepatnya di harmoniskan akan berakibat menghambat dalam usaha pencapaian tujuan atau target bersama. Untuk keperluan tulisan ini, penulis fokuskan pada persoalan kemungkinan yang kedua yaitu harmonisasi peran aparat penegak hukum dalam ”pemberantasan” tindak pidana korupsi. Karena penulis menilai telah terjadi perbedaan yang sudah sangat besar dan mendasar terhadap persoalan yang berhubungan dengan usaha ”pemberantasan” tindak pidana korupsi yang selama ini telah dijalankan. Sehingga memberikan citra yang buruk terhadap upaya penegakan hukumnya.
Persoalan yang pertama terkait dengan penggunaan istilah ”pemberantasan” dalam penamaan undang-undang yang terkait dengan tindak pidana korupsi.
Politik kalau secara bebas dan mudah untuk diartikan, maka salah satu maknanya bisa jadi adalah pilihan cara atau jalan untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga kalau pengertian politik tersebut dikaitkan dengan persoalan hukum, sehingga muncul istilah politik hukum maka bisa jadi maknanya adalah pilihan cara atau jalan untuk mencapai tujuan hukum. Kalau kemudian diambil salah satu tujuan dari hukum – dari sekian banyak tujuan hukum – , yaitu hukum adalah sarana untuk mencapai keadilan, maka politik hukum dapat diartikan sebagai pilihan cara atau jalan untuk mencapai keadilan.
Sebagai pilihan cara atau jalan untuk mencapai keadilan, maka cara atau jalan itu sendiri secara umum terbagi dalam dua. Pertama, adalah cara atau jalan “bebas”, yang dimaksudkan tidak ada “patron” atau tidak ada pola pasti bagaimana cara atau jalan untuk mencapai keadilan prinsipnya adalah asalkan atau pokoknya tercapai keadilan itu. Kedua, adalah cara atau jalan yang “dibatasi” – tidak boleh tidak harus cara atau jalan itu – untuk mencapai keadilan. Atau mungkin ada cara atau jalan ketiga yaitu campuran “bebas” dan “dibatasi” (mari kita pikirkan bersama apakah cara atau jalan ini juga bernilai adil) akan tetapi bukan sesekali “bebas” dan lain kali “dibatasi” atau “plinplan” kata orang. Hukum diciptakan untuk membuat kepastian, sehingga suatu hal yang “haram” bagi dunia hukum untuk bergerak dalam keadaan abu-abu. atau hukum yang akan dipergunakan sebagai cara atau jalan untuk mencapai keadilan, maka dipersyaratkan hukum tersebut dibuat dan ditegakkan harus memuat nilai keadilan atau berkeadilan.
Jadi apakah cara “bebas” atau “dibatasi” untuk mencapai keadilan sebagai tujuan hukum, maka harus dilakukan dengan cara atau jalan keadilan. Kalau cara atau jalan dapat disamakan dengan proses, maka Mardjono Reksodiputro menamakan sebagai “proses hukum yang adil” sebagai terjemahan dari “due process of law” dan menjadi lawan dari “proses hukum yang sewenang-wenang” atau “arbitrary process”. Atau apabila mengambil pendapat dari Roeslan Saleh, cara atau jalan “bebas” dan “dibatasi” untuk mencapai keadilan sebagai “proses yang terjadi antara manusia dan manusia”, karena “mengadili (sebagai cara atau jalan untuk mencapai keadilan) sebagai pergulatan kemanusiaan”. Sudahkah haluan politik hukum pemberantasan korupsi sesuai dengan makna sesungguhnya dari politik hukum yaitu mencapai keadilan dengan cara atau jalan keadilan?.
Dengan memperhatikan pembangunan hukum yang berintikan pembuatan atau pembaruan dan penegakan terhadap materi-materi hukum yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi dapat diketahui ke arah mana haluan telah atau akan ditempuh.
Perhatian pertama ditujukan terhadap nama dari undang-undang yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi. Nama (tentang) mencerminkan apa yang menjadi materi muatan atau keinginan dari suatu produk hukum. Berbicara soal atur mengatur hal yang berhubungan dengan korupsi, maka sejak tahun 1957 perhatian pemerintah terhadap persoalan itu sudah ada yaitu melalui Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 dan Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) Nomor 013 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 mempergunakan nama (tentang) Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Produk hukum yang tidak hanya mengatur hukum beracara (Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan) tetapi juga tindakan yang merupakan korupsi, tetapi diberi nama (tentang) hanya mewakili hukum acaranya, maka dapat dikatakan dari sudut penamaan undang-undang saja sudah tidak pas.
Pada 29 Maret 1971 guna menunjukkan bahwa pemerintahan baru ini juga turut memikirkan masalah korupsi, pemerintahan Soeharto mengundangkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 yang dimaksudkan sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 24 Prp Tahun 1960. Undang-undang tersebut diberi nama (tentang) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Suatu nama (tentang) yang mungkin hanya terjiwai oleh semangat yang ada dalam produk hukum yang pernah dibuat oleh pemerintah Soekarno dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.
Tetapi penggunaan kata “pemberantasan” dalam undang-undang tersebut harus diartikan sebagai bagian dari politik hukum dalam hal ini adalah politik hukum pidana yang dimaksudkan untuk dicapai oleh undang-undang itu yakni “memberantas korupsi”. Makna “memberantas” identik dengan menghilangkan, jadi politik hukum pidana yang harus dicapai oleh pemerintahan Soeharto waktu itu dengan adanya undang-undang tersebut adalah hilangnya korupsi di bumi Indonesia!
Namun dengan mempergunakan pemikiran yang paling sederhana sekalipun tidak mungkin yang dinamakan dengan kejahatan dengan segala macam bentuknya hilang. Target tertinggi penegakan hukum pidana hanya sampai dengan pencegahan kejahatan dan itupun hanya sampai taraf “kalau bisa”. Dengan demikian dari sisi nama (tentang) dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 senyatanya hanya sekedar niat besar yang dari pemikiran yang paling sederhanapun tidak akan pernah tercapai yaitu untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 pada tanggal 16 Agustus 1999 oleh pemerintahan BJ Habibie diganti dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Undang-undang tersebut mungkin dimaksudkan dibuat untuk sekedar menunjukkan pada rakyat sikap tanggapnya pemerintahan “baru” ini terhadap persoalan korupsi. Karena menurut Transparency International, “Corruption Perception Index 1997-1996” Berlin, Germany 1997 digabung dengan “Corruption Perception Index 1998”, September 1998 membuat laporan tentang peringkat negara-negara dari sudut pandang praktek korupsi yang terjadi di negara tersebut.
Bahwa dari 85 negara yang dijadikan penelitian Indonesia menempati urutan 80 terkorup di dunia setelah Nigeria. Atau kalau berdasar dari Political and Economic Risk Consultancy, Ltd (PERC) sebuah perusahaan di bidang konsultasi yang bermarkas di Hongkong salah satu hasil kajiannya dalam penelitian peringkat korupsi di negara-negara Asia pada tahun 1997 menyatakan bahwa dari 12 negara di Asia maka dalam persoalan korupsi Indonesia ada di peringkat 12 dengan kata lain di Asia Indonesia adalah negara terkorup. Sekali lagi ternyata undang-undang ini menggunakan nama (tentang) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka dapat dikatakan sama dengan undang-undang yang sebelumnya, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dari sisi nama (tentang) adalah “omong kosong”. Tidak pernah ada pemberantasan korupsi di negeri ini.
Bukti akan hal itu menjadi lebih jelas lagi apabila memperhatikan isi Bab VII Ketentuan Penutup Pasal 44 yang menyatakan “Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2958) dinyatakan tidak berlaku”. Maka mulai saat itu berlaku ketentuan “tindakan korupsi yang terjadi sebelum 16 Agustus 1999 tidak lagi sebagai tindak pidana. Karena telah kehilangan dasar hukum (legalitas) untuk menyatakannya sebagai tindak pidana”. Maka dapat dikatakan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dimaksudkan sebagai upaya menyelamatkan leher para tersangka pelaku tindak pidana korupsi sepanjang masa pemerintahan Soeharto dari jeratan hukum!
Pemerintahan Presiden Megawati pada tanggal 21 November 2001 “menambal” lubang besar yang ada dalam Undang-undang 31 Tahun 1999 dengan mengundangkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas Undang-undang 31 Tahun 1999. Sebagian dari “tambalan” tersebut adalah Bab VIA Ketentuan Peralihan. Secara garis besar ketentuan peralihan menyatakan bahwa untuk tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum 16 Agustus 1999 diperiksa dan diputus berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971.
Ternyata “tambalan” tersebut, masih jauh dari mencukupi untuk memenuhi nafsu besar memberantas korupsi. Hal ini terbukti dengan persoalan penegakan hukum dikaburkan dengan persoalan realisasi kepentingan politik. Sehingga tidaklah salah pendapat yang menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi yang terjadi sesungguhnya adalah mengadili pelaku politik dan kesalahan politiknya. Sehingga saat pidana dijatuhkan relevan dengan kesalahan dalam menjalankan politik yang telah terdakwa lakukan. Akibatnya masyarakat tidak dapat menerima, karena seharusnya pidana tersebut dijatuhkan untuk kesalahan yang telah dilakukannya terhadap rakyat karena merampas hak rakyat, uang rakyat dan hak hidup rakyat!
Penggunaan istilah ”memberantas”, di depan istilah tindak pidana korupsi dan tidak cukup dengan hanya mempergunakan istilah ”Tindak Pidana Korupsi” sebagai nama undang-undang, benar ataukah tidak benar tidak menutup kemungkinan menimbulkan tindakan-tindakan penyalahgunaannya. Penyalahgunaan tersebut menjadi sah karena terbungkus dengan rapi oleh produk hukum – asas legalitas – dan dibentengi dengan semangat bersama rakyat ikut dalam barisan anti korupsi.
Dengan mempergunakan isitilah ”memberantas” maka dapat dimaknai silahkan dengan cara apapun asal ada aturan tertulisnya untuk dapat dipergunakan memproses sampai dengan ”menghukum ” seseorang yang disangka telah melakukan korupsi. Misalkan terkait dengan persoalan dasar hukum untuk menyatakan seseorang korupsi dengan cara yang “melawan hukum” (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999).


Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006
Mahkamah Konstitusi mengakui bahwa pemohon tidak terlampau mempersoalkan hal yang berhubungan dengan unsur “melawan hukum” . Hal tersebut tercermin dari kalimat “… meskipun pemohon tidak memfokuskan argumentasinya secara khusus terhadap bagian tersebut (lihat halaman 73 alinea ke 3).
Menarik dari apa yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa dengan adanya penjelasan dari Pasal 2 ayat (1) kalimat bagian pertama tersebut berbunyi, “ yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur di dalam peratutran perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana”.

Pendapat Mahkamah Konstitusi tetang penjelasan Pasal 2 ayat (1) adalah:
Pertama, “Penjelasan dari pembuat undang-undang ini sesungguhnya bukan hanya menjelaskan Pasal 2 ayat (1) tentang unsur “melawan hukum”, melainkan telah melahirkan norma baru, yang memuat digunakannya ukuran-ukuran yang tidak tertulis dalam undang-undang secara formal untuk menentukan perbuatan yang dapat dipidana.
Penjelasan yang demikian telah menyebabkan kriteria perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) yang dikenal dalam hukum perdata yang dikembangkan sebagai jurisprudensi mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad), seolah-olah telah diterima menjadi suatu ukuran melawan hukum dalam hukum pidana (wederrechtelijkheid). Oleh karena itu, apa yang patut dan yang memenuhi syarat moralitas dan rasa keadilan yang diakui dalam masyarakat, yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain akan mengakibatkan bahwa apa yang di satu daerah merupakan perbuatan yang melawan hukum, di daerah lain boleh jadi bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum.”
Kedua, Menimbang bahwa berkaitan dengan pertimbangan diatas, maka Mahkamah Konstitusi di dalam Putusan Nomor 005/PUU-III/2005 telah pula menguraikan bahwa sesuai dengan kebiasan yang berlaku dalam praktik pembentukan perundang-undangan yang baik, yang diakui mengikat secara hukum, penjelasan berfungsi untuk menjelaskan substansi norma yang terdapat dalam pasal dan tidak menambahkan norma baru, apalagi memuat substansi yang sama sekali bertentangan dengan norma yang dijelaskan.

Akibat hukum terhadap tindakan penegakan hukum pelaku tindak pidana korupsi
Sebelum membahas apa yang menjadi akibat hukum dari putusan MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 003/PUU-IV/2006 terhadap tindakan penegakan hukum pelaku tindak pidana korupsi, maka perlu rasanya sedikit memberikan komentar hal yang menjadi pendapat MK yang menyatakan bahwa “Penjelasan dari pembuat undang-undang ini sesungguhnya bukan hanya menjelaskan Pasal 2 ayat (1) tentang unsur “melawan hukum”, melainkan telah melahirkan norma baru, yang memuat digunakannya ukuran-ukuran yang tidak tertulis dalam undang-undang secara formal untuk menentukan perbuatan yang dapat dipidana.
Menjadi pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah memang telah muncul adanya norma baru apabila memberikan penjelasan terhadap unsur “melawan hukum” yang meliputi melawan hukum formil dan materiil?. Bahkan kemudian dikatakan dengan mempergunakan melawan hukum materiil di dalam istilah melawan hukum identik dengan “…memuat digunakannya ukuran-ukuran yang tidak tertulis dalam undang-undang secara formal untuk menentukan perbuatan yang dapat dipidana”. Bukankah selama ini apabila mengartikan unsur melawan hukum berarti adalah formil dan materiil, sebab yang dipergunakan adalah “hukum” dan bukan “undang-undang”
Suatu hal yang berbeda apabila memperbandingkannya dengan isi pasal 1 ayat 1 KUHP
Pasal 1
1. Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.
Walaupun secara tegas KUHP mempergunakan perundang-undangan yang kemudian dimaksudkan adalah aturan yang tertulis, namun di dalam perumusan beberapa pasal-pasalnya mempergunakan istilah “melawan hukum” sebagai unsur pasal bukan “melawan undang-undang”.
Hal tersebut diterima karena disadari benar bahwa tidak semua atau belum semua tindakan yang dinilai sebagai tindakan yang merugikan masyarakat – sifat hukum pidana sebagai hukum publik – telah tertampung semua oleh produk hukum yang tertulis.
Dari hal tersebut di atas salah satu hal yang paling berat yang akan ditanggung oleh aparat penegak hukum – tidak termasuk dalam hal ini hakim Mahkamah Konstitusional – akan mendapatkan hujatan dari masyarakat apabila suatu saat nanti menangani kasus korupsi yang identik dengan dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara atas dasar penilaian masyarakat adalah tidak patut, tidak pantas untuk dilakukan ternyata tidak dapat dijatuhi sanksi.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Memperhatikan isi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, kekayaan negara yang sudah dipisahkan—disebut kekayaan terpisah—itu tunduk pada Undang-undang Perseroan Terbatas (ranah hukum perdata). Sehingga penempatan atau penyertaan keuangan negara di dalam suatu perum, persero, atau lainnya, sudah menjadi kekayaan terpisah. Sehingga ranahnya adalah perdata.
Namun apabila memperhatikan pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kekayaan yang terpisah maupun tidak terpisah itu tetap masuk dalam pengertian keuangan negara (ranah hukum pidana). Sehingga dari dua produk hukum yang paling menentukan untuk menyatakan seseorang korupsi ataukah tidak terkait dengan keuangan negara telah terjadi saling bertentangan dalam mendefinisikan keuangan negara.
Sebagai seorang pencari dan pengumpul bukti atau penuntut sepanjang dapat menguatkan pelaksanaan pekerjaannya pasti akan memilih dan mempergunakan PP 21 Tahun 2007 atau Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara untuk menyeret seseorang ke pengadilan. Namun apabila ia adalah sebagai bagian dari aparat penegak hukum, tidak akan melakukan hal tersebut, karena memang bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang ada.

PP Nomor 37 Tahun 2006
Saat sekarang sedang santer dan seru perbincangan terkait dengan produk hukum PP Nomor 37 Tahun 2006. PP tersebut kemudian telah diubah dengan PP Nomor 21 Tahun 2007 yang lebih dikenal dengan persoalan ”rapelan” bagi anggota DPRD. Bukankah di dalam isi Pasal 1 KUHP.
BAB I
Batas-Batas Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan
Pasal 1
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada
(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Salahkah kalau terdapat anggota DPRD yang mengambil haknya yang diberikan oleh negara dengan adanya dasar hukum PP 37 tahun 2006? Menurut pendapat saya adalah tidak karena anggota DPRD tersebut dalam melakukan tindakan telah ada dasar hukumnya – asas legalitas – PP Nomor 37 tahun 2006. Apakah anggota DPRD tersebut akan dikatakan sebagai seorang koruptor apabila ia mengambil dan tidak mengembalikan uang yang telah ia ambil karena adanya PP Nomor 21 Tahun 2007 yang memerintahkan bagi anggota DPRD yang telah mengambil untuk mengembalikan dan kalau tidak mengembalikan akan dikenakan ketentuan mengenai korupsi? Menurut pendapat saya adalah tidak, karena prinsip dalam hukum pidana apabila ada perubahan perundang-undangan dikenakan aturan yang menguntungkan. Sehingga yang berlaku bukan PP 21 Tahun 2007 tetapi adalah PP 37 Tahun 2006.

(Penulis adalah Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada matakuliah: hukum pidana, hukum acara pidana, aspek hukum pidana dan hukum lainnya dalam media massa, kependudukan dan kesehatan, kapita selekta hukum pidana. Pengajar matakuliah Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan , Karawaci, Tangerang, Jawa Barat. Pengajar matakuliah Perbandingan Hukum Pidana pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta. Pengajar matakuliah Sistem Peradilan Pidana pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta. Pengajar matakuliah HAM dan Sistem Peradilan Pidana pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. Pengajar matakuliah Hukum dan HAM dan Sistem Peradilan Pidana pada Program Pascasarjana Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Kekhususan Kajian Strategis Kebijakan & Manajemen Lembaga Pemasyarakatan dan Penegakan HAM Universitas Indonesia Jakarta.)

Jumat, 16 Oktober 2009

BIMBINGAN KARIR DI PERGURUAN TINGGI


A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan kondisi ekonomi, social, budaya masyarakat semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada dorongan untuk mengejar ketertinggalannya sehingga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat ikut serta memasuki zaman informasi yang pada akhirnya terciptalah era globalisasi. Era globalisasi mengharuskan setiap komponen dari masyarakat untuk berpacu, meningkatkan kompetensi sehingga mampu menjawab tantangan zaman.
Begitu juga halnya dengan lembaga pendidikan, sebagai pencetak generasi penerus bangsa, lembaga pendidikan sudah semestinya bertanggung jawab secara penuh dan terarah untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa agar mampu bersaing, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia karir yang diminatinya.
Pada penelitian yang ditemukan Kramer, dkk (dalam Herr, 1996:292) terhadap mahasiswa Universitas Cornell ditemukan 48 % mahasiswa laki-laki dan 61 % mahasiswa perempuan mengalami masalah dalam pilihan dan perencanaan karir. Penelitian lain menemukan bahwa sebagian mahasiswa yang memasuki perguruan tinggi di Amerika menginginkan adanya pendampingan dalam perencanaan karir atau pilihan karir. Dari penelitian tersebut ditemukan betapa butuhnya mahasiswa terhadap pembimbingan (Assistance) terhadap karir yang akan ia tuju. Agus Rianto (2006) mengemukakan banyak tantangan yang akan dihadapi mahasiswa dalam menentukan karir, diantaranya adalah ketidak pastian karir, pengaksesan informasi dan program pengembangan karir, dan tantangan-tantangan ekonomi dan teknologi. Untuk mengantisipasi tantangan-tangan ini perlu bagi perguruan tinggi untuk memberikan pelayanan yang optimal terhadap perkembangan karir mahasiswa
*) Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Pascasarjana UNP
A.Muri Yusuf, (2006) mengatakan program Konseling Karir di perguruan tinggi, lebih banyak dikemas untuk: (1) mendorong perkembangan karir, (2) menyediakan treatment dan (3) menolong dalam penempatan. A.Muri Yusuf menegaskan bahwa kemasan konseling karir disatuan pendidikan banyak diwarnai oleh tujuan dan tingkatan satuan pendidikan disatu pihak dan perkembangan diri individu sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya dipihak lain. Melalui pendidikan tiap individu mendapatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan serta penanaman sikap dan nilai-nilai sesuai dengan tujuan satuan pendidikannya.
Mahasiswa sebelum memasuki perguruan tinggi pada umumnya telah menentukan pilihan program studi ataupun jurusan yang akan diambilnya berdasarkan pengetahuan, minat dan bakat serta jenis pekerjaan yang akan diembannya setelah menamatkan pendidikannya nanti.
Pendidikan tinggi dalam hal ini jurusan atau pun program studi telah mempersiapkan seperangkat paket pembelajaran (kurikulum) yang harus diselesaikan mahasiswa dalam waktu tertentu (3 tahun untuk tingkat akademi, dan 4 tahun untuk tingkat strata S1). Kurikulum pendidikan tinggi telah dirancang sedemikian rupa, sehingga mahasiswa yang telah menamatkan pendidikannya sudah memiliki kompetensi sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang akan diembannya.
Dalam kurikulum dikenal dengan kompetensi utama minimal yang terdiri dari Kompetensi Pengembangan Kepribadian.(KPK), Kompetensi Landasan Keilmuan dan Keterampilan (KKK), Kompetensi Keahlian Berkarya (KKB), dan Kompetensi Berkehidupan Bermasyarakat (KBB). Secara terintegratif pelayanan dosen dalam menyajikan perkuliahan menggunakan berbagai metode seperti seminar, workshop, pengalaman lapangan, penelitian dan tugas akhir sesuai dengan tujuan kurikuler dan tujuan institusional. Mengacu kepada kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan lembaga pendidikan keahlian, keterampilan dan pra occupational.
B. Karakeristik Mahasiswa
Mahasiswa merupakan individu yang sedang menempuh pendidikan tinggi, berumur antara 18-21 tahun (Herr, dkk., 1996:2004). Pada awal abad 19 mahasiswa di perguruan tinggi didominasi oleh mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki, namun pada akhir-akhir ini justru persentase mahasiswa perempuan meningkat sangat pesat, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor (Herr, 1996:293). Berkenaan dengan itu, berdasarkan Ginzberg periode mahasiswa dianggap sebagai periode realistic, selanjutnya, Super menjelaskan bahwa berkenaan dengan karir individu seusia mahasiswa (18-25 tahun) telah sampai pada tahap spesifikasi dan implementasi preferensi dalam pekerjaan.
Berkenaan dengan tugas-tugas perkembangan, Akhmad Sudrajat (2009) menjelaskan bahwa pada periode mahasiswa dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa ini merupakan pemantapan pendirian hidup, sehingga tugas perkembangan yang berhubungan dengan karir, yaitu memilih dan mempersiapkan karier masih menjadi tugas perkembangan mahasiswa, yang pada tahap selanjutnya (dewasa awal), tugas perkembangannya akan menjadi :
1. Memilih pasangan.
2. Belajar hidup dengan pasangan.
3. Memulai hidup dengan pasangan.
4. Memelihara anak.
5. Mengelola rumah tangga.
6. Memulai bekerja.
7. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
8. Menemukan suatu kelompok yang serasi.
Berkenaan dengan alasan-alasan individu untuk memasuki perguruan tinggi di Amerika, Herr (1996:293) mengemukakan temuan-temuan alas an sebagai berikut :
(a) Kepuasan diri
Mmeliputi pencarian terhadap identitas diri dan pemenuhan diri
(b) Mengejar karir
Dalam hal ini mahasiswa memandang pendidikan di perguruan tinggi sebagai alat untuk mencapai tujuan profesi atau pekerjaan tertentu, dalam hal ini perguruan tinggi dianggap sebagai alat/cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh individu pada kehidupannya dimasa akan datang
(c) Untuk menghindar.
Hal ini dilakukan mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi sebagai jalan untuk menghindari sesuatu hal (wajib militer, keharusan bekerja), dan bukan karena sesuatu hal yang positif dan keinginan tidak sungguh-sungguh berasal dari hatinya.
Penelitian yang dilakukan Clark & Trow (dalam Herr, 1996:293) ditemukan ada empat budaya mahasiswa yang dominan, yaitu:
(a) Collegiate
Budaya ini berkenaan dengan keinginan mahasiswa yang mengejar kesenangan, seperti: bermain baseball, futball, catur dll. Mahasiswa tidak serius dalam menjalani perkuliahannya. Jika dikaitkan dengan trilogy sukses yang dikemukakan Prayitno (2007:1), mahasiswa yang memiliki tipe budaya/kebiasaan seperti ini cenderung hanya mengejar sukses dalam bidang social.
(b) Vokasional
Berkenaan dengan pengejaran keterampilan-keterampilan untuk dapat digunakan dalam bekerja pada masa akan datang,
(c) Akademik
Tipe ini berkenaan dengan pengejaran pengetahuan, mahasiswa yang memiliki budaya seperti ini mengedepankan kegiatan akademik untuk mencapai tujuan yang diinginkan
(d) Non Konformis
Tipe ini berkenaan dengan pengejaran identitas pribadi yang sesuai/cocok.
Dalam hal Kelas sosio-ekonomis, ada suatu hubungan linier antara penghasilan keluarga dengan keberadaan anak di perguruan tinggi, jika penghasilan keluarga meningkat maka kesempatan anak-anak untuk memasuki pendidikan di perguruan tinggi juga meningkat. Hal ini menyebabkan sekolah kejuruan mulai ditinggalkan. Secara tradisional, perguruan tinggi dipandang sebagai alat untuk melakukan mobilitas ke atas (Herr, 1996:294).
Selanjutnya, kebanyakan orang memilih pendidikan di perguruan tinggi dikarenakan mereka merasa akan mendapat pengembalian-pengembalian, baik berupa kepribadian, maupun dalam hal keuangan. Ini tidak bisa dipungkiri bahwa orang menuntut ilmu untuk memiliki kehidupan yang baik di masa akan datang.
C. BIMBINGAN KARIR DI PERGURUAN TINGGI
Pelayanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, khususnya bimbingan konseling dan karir, pada prinsipnya telah dilaksanakan sejak tahun 1981. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling ini diawali dengan pelatihan dosen perguruan tinggi negeri di dua fakultas psikologi yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Padjajaran selama tiga bulan. Dalam pelatihan tersebut masing-masing dosen perguruan tinggi telah menyusun program bimbingan dan konseling untuk perguruan tinggi masing-masing. Pelaksanaannya belum seperti yang diharapkan, karena pimpinan perguruan tinggi ataupun pemerintah belum mampu memfasilitasi berdirinya biro atau pusat pelayanan bimbingan dan konseling. Suatu yang menggembirakan, beberapa IKIP waktu itu telah melaksanakannya termasuk IKIP Padang yang sekarang beralih nama menjadi Universitas Negeri Padang (UNP). Biro Bimbingan dan Konseling inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Unit Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (UPBK).
Tahun 1996, UPBK berkembang dengan adanya Proyek Dirjen Dikti Depdikbud Student Support Services And Career Planning Development (3SCPD). Pelaksanaan di tingkat Departemen adalah Dosen PTN, khususnya dari IKIP Padang (Prof.Dr. A.Muri Yusuf, dkk). Proyek ini mengembangkan pelayanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi Negeri se Indonesia yang langsung melibatkan mahasiswa dengan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling. Sesuai dengan nama proyeknya, di samping mambantu masalah akademik mahasiswa, juga membantu rencana pengembangan karier mahasiswa. Tahun 2000-an proyek ini berakhir, pengembangan selanjutnya diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing.
Herr, dkk. (1996:294) mengungkapkan hal-hal yang harus diperhatikan perguruan tinggi dalam rangka mengembangkan pelayanan bimbingan karir terhadap mahasiswa, yaitu :
1. Komitmen Institusi
Agar mahasiswa memiliki perencanaan yang baik terhadap karir dan kehidupannya di masa akan dating, dibutuhkan komitmen/keteguhan hati yang sungguh-sungguh dari lembaga pendidikan tinggi itu sendiri. Survey yang dilakukan Reardon, dkk(dalam Herr, dkk. 1996:295) ditemukan program bimbingan karir yang dibutuhkan mahasiswa diantaranya berkenaan dengan informasi pekerjaan, informasi pendidikan yang sedang ditempuh, informasi pengungkapan diri mahasiswa, pelatihan pengambilan keputusan, konseling kelompok berkenaan dengan karir, dsb. Hal ini tentunya membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh komponen di perguruan tinggi, termasuk pimpinan, dosen dan karyawan, untuk mengembangkan karir mahasiswanya.
2. Pertimbangan Perencanaan
Berhubungan dengan kesegeraan bimbingan karir yang diberikan kepada mahasiswa, jangan sampai informasi/pelayanan yang diberikan tidak lagi dibutuhkan oleh mahasiswa dalam rangka pengembangan dirinya.
3. Pelayanan yang Komplek
Meliputi hal hal sebagai berikut :
a. Career Advising
Hal ini berkaitan dengan peran penasehat akademis dalam mencapai tujuan pendidikan yang sedang ditempuh serta hubungan antara kurikulum program studi yang ditempuh dengan kesempatan karir nantinya
b. Konseling Karir
Konseling karir merupakan bantuan yang diberikan oleh konselor dalam rangka membantu mahasiswa untuk evaluasi diri dan pengentasan permasalahannya yang berkenaan dengan karir.
c. Perencanaan Karir
Merupakan arahan yang akan dipakai mahasiswa dalam mengenal dunia kerja dan mengarah kepadanya.
Ke tiga komponen tersebut saling berhubungan dan akan bisa dilaksanan dengan pembentukan lima komponen dalam universitas yaitu :
a. Program universitas/perguruan tinggi dalam pendidikan karir secara terstruktur dan komprehensif
b. Badan/unit tertentu yang melayani untuk mahasiswa dan penasehat akademis dalam rangka informasi karir dan penempatan karir
c. Penasehat akademis dengan berbagai pengetahuannya.
d. Pusat adminsitrasi pelayanan akademik yang secara sungguh-sungguh memiliki waktu dan kemauan yang tinggi untuk membantu mahasiswa
e. Badan/unit konseling dan penasehat akademik.
Tujuan bimbingan karier adalah untuk membantu mahasiswa memahami perencanaan karier dan proses penempatan setelah mereka menamatkan perguruan tinggi. untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya:
1. Bantuan dalam pemilihan bidang pelayanan utama
2. Bantuan dalam penilaian diri dan analisis diri
3. Bantuan dalam memahami dunia karier
4. Bantuan dalam pengambilan keputusan
5. Bantuan dalam memasuki dunia kerja
D. Program Bimbingan Karir di Perguruan Tinggi
Herr, dkk (1996, 300) mengemukakan bahwa program konseling kelompok, konseling individual dan konseling teman sebaya merupakan pendekatan yang banyak dilakukan dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling karier. Prosedur dan kegiatan yang dapat digunakan dalam menyusun pedoman karier dan konseling mahasiswa perguruan tinggi ialah:
1. Melakukan seminar karier dengan melibatkan lembaga penerima tenaga kerja (konsumen) dengan mahasiswa dan PT.
2. Menyusun program intensif yang dapat memberi pengalaman dalam beberapa disiplin ilmu.
3. Melakukan aplikasi instrumen, sebagai balikan bagi mahasiswa dalam upaya pemahaman dirinya.
4. Menugaskan mahasiswa melakukan interview kapada karyawan suatu pekerjaan.
5. Kunjungan perpustakaan, bursa kerja dan pertemuan-pertemuan karier yang banyak dilakukan pengusaha.
6. Konselor menginformasikan berbagai jenis dan persyaratan berbagai macam pekerjaan yang mungkin dapat dilamar mahasiswa setelah tamat kuliah.
Jenis Konseling yang dapat digunakan dalam konseling/bimbingan karir di perguruan tinggi adalah :
1. Layanan Orientasi
Dalam layanan ini mahasiswa bisa diperkenalkan terhadap lingkungan kerja dengan cara melakukan kunjungan-kunjungan ke dunia usaha dan dunia industri.
2. Layanan Informasi
Konselor bekerja sama dengan program studi perlu memberikan dan menyediakan layanan informasi karir, informasi ini dilakukan agar mahasiswa mampu mengenal secara jelas arah pembinaan yang akan dijalani mahasiswa dan sekaligus memandang ke depan tentang apa yang hendak dicapai dan diterapkan setelah lulus nantinya. Walters dan Saddlemire (dalam Herr, 1996:292) menyatakan bahwa 85% dari mahasiswa Universitas Negeri Green Bowling membutuhkan informasi karier, berkenaan dengan :
a Pekerjaan yang sesuai dengan dengan jurusan yang diambilnya
b Tempat dan personil yang dapat membantu perencanaan karier
c Pengalaman langsung dan kunjungan kerja serta kerja separoh waktu tentang pekerjaan yang diyakininya.
d Pemahaman diri (potensi diri) untuk memantapkan pilihan pekerjaan yang sesuai dengan pensifatan yang dimilikinya.
e Pengetahuan dan keterampilan tentang pasar kerja.
f Membantu merencanakan perkuliahan yang fleksibilitas dalam memilih beberapa pekerjaan yang berbeda
Selanjutnya, informasi karir perlu dilengkapi dengan informasi lowongan karir yang memperlihatkan “keberadaan” karir tersebut di lapangan, khususnya tentangjumlah posisi yang ada, di mana lowongan itu ada, penerimaan masyarakat terhadap karir tersebut, dan hal-hal lain yang perlu dikembangkan berkenaan dengan karir yang dimaksudkan itu (Prayitno, 2007:7). Lebih jau, informasi setiap karir dapat diuraikan lebih rinci lagi dengan mengembangkan berbagai tuntutan ataupun kondisi yang dikehendaki dari orang-orang atau tenaga yang memiliki kehendak/minat memasuki pekerjaan/karir yang dimaksudkan itu, seperti persyaratan ijazah, umur dan jenis kelamin, penguasaan keterampilan dan pengalaman, riwayat diri dan pekerjaan, kesehatan, kemampuan khusus dan lulus seleksi. Dengan informasi karir yang diberikan tersebut, dapat memberikan arahan yang nyata kepada mahasiswa tentang pekerjaan-pekerjaan apa saja yang akan diampu
Selain informasi karir yang dimaksud, juga bisa diberikan informasi kepada mahasiswa secara klasikal bagaimana mengembangkan dirinya secara optimal Contoh : Layanan informasi tentang Meniti Karir, dengan bagian-bagian penjelasan berkenaan dengan kenali diri, citra diri, yakin dan percaya terhadap diri, mengatur diri, pengendalian diri, berpikir menang-menang, bersikap positif dan proaktif, motivasi diri, sikapi pekerjaan dengan semangat yang tinggi, tingkatkan diri secara berkelanjutan, dahulukan apa yang utama dan penting, selesaikan apa yang telah anda mulai, mengelola krisis secara kreatif, dan berdoa dan berserah diri kepada tuhan yang maha kuasa (A. Muri Yusuf, 2002:88).
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Bagi mahasiswa di perguruan tinggi, pilihan dan penempatan mereka pada program/jurusan yang sesuai dengan “siapa dia” sangat penting, karena pilihan program studi yang tidak tepat akan mengakibatkan persiapan arah karir mereka tidak berada pada jalur yang benar (A.Muri Yusuf, 2002:60), oleh karena itu Konselor melalui lembaga yang menaunginya perlu memperhatikan hal ini.
4. Konseling Perorangan
Mayoritas masalah mahasiswa ialah kemungkinan-kemungkinan bekerja sambil kuliah, ekonomi orang tua lemah, kesulitan biaya hidup mempersiapkan diri mengikuti persaingan untuk masuk kerja.
5. Bimbingan dan Konseling Kelompok
Permasalahan yang banyak muncul dari mahasiswa diantaranya takut menjadi pengangguran, salah pilih program studi, memilih alternatif pekerjaan, upaya mendapatkan pekerjaan paroh waktu (part time), tidak memahami potensi diri dan sebagainya, yang tentunya dalam pelayanan konseling bisa dilaksanakan konseling kelompok, hal-hal berkenaan dengan fenomena-fenomena di lapangang tentang suatu hal, seperti : mempersiapkan diri menempuh ujian CPNS, pelayanan konseling yang dapat diberikan adalah layanan bimbingan kelompok, baik topic tugas maupun topic bebas.
6. Instrumentasi
Penggunaan instrument untuk pengungkapan potensi dasar individu, minat dan kecendrungan pribadi, sikap dan kebiasaan bertingkah laku dapat diberikan kepada mahasiswa sehingga konselor akan mengetahui arah pengembangan karir mahasiswa, yang terutama mahasiswa memahami potensi dasarnya.
7. Lembaga Khusus
Untuk mengakomodir dan memberikan pelayanan bimbingan karir yang baik bagi mahasiswa sehingga mampu berkembang dengan optimal, masing-masing perguruan tinggi perlu membentuk lembaga khusus yang mewadahi untuk itu. Prayitno (2007:135) mengungkapkan perguruan tinggi perlu membentuk Unit Pelayanan Konseling (UPK) yang memberikan pelayanan konseling kepada mahasiswa dan klien-kliennya, baik dari dalam maupun dari luar kampus. UPK ini akan mengelola pelayanan kepada mahasiswa dalam arti luas yaitu, pelayanan pra perguruan tinggi, pelayanan era perguruan tinggi dan pelayanan pasca perguruan tinggi. Pelayanan pra perguruan tinggi diperlukan untuk menjangkau siswa-siswa SLTA yang akan memasuki PT sebagai informasi awal tentang program studi yang akan diikuti sehingga mampu merencanakan karir yang lebih baik dan sesuai dengan potensinya, pelayanan era perguruan tinggi diberikan kepada mahasiswa yang sedang menjalani perkuliahan di kampus, untuk lebih memantapkan pengembangan keilmuannya, sedangkan pelayanan pasca perguruan tinggi diberikan terhadap alumni-alumni sebagai upaya untuk memasuki dunia kerja.
Selain itu, perguruan tinggi perlu membentuk pusat tenaga kerja, yang berusaha untuk memfasilitasi mahasiswa terhadap kebutuhan tenaga kerja di lapangan (Herr, 1996:307).
E. Penutup
Bimbingan dan konseling karier di perguruan tinggi luar negeri dan dalam negeri, ternyata tidak ada perbedaan yang berarti, baik jenis layanan maupun isi layanan. Baberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan ialah:
a. Pemahaman potensi diri (pensifatan), sebaiknya di ketahui sebelum memilih program studi di perguruan tinggi dan memilih pekerjaan yang sesuai setelah tamat di PT.
b. Informasi tentang karier yang sesuai dengan program studi mahasiswa sangat dibutuhkan, seperti peluang-peluang yang ada, persyaratan melamar pekerjaan, tugas pokok dan fungsi pekerjaan, prospek pengambangan dan penggajian
c. Peluang kerja separoh waktu (bekerja sambil belajar sangat diminati mahasiswa, karena mereka umumnya datang dari keluarga yang kurang mampu).
d. Pelayanan bimbingan dan konseling karier di perguruan tinggi sangat di butuhkan mahasiswa. Kerja sama UPBK dan Unit Pelayanan Jass serta organisasi alumni akan memperbesar dan memperluas informasi kerja berguna bagi mahasiswa.
Demikian makalah ini disusun, semoga ada manfaatnya dalam pengembangan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling karier di Perguruan Tinggi.
Proses Konseling
Cormier & Hackey (dalam Gibson & Mitchell, 1995:143) mengidentifikasi empat tahapan proses konseling yakni membangun hubungan, identifikasi masalah dan eksplorasi, perencanaan pemecahan masalah, aplikasi solusi dan pengakhiran. Sedangkan Prayitno (1998:24) menyebutkan bahwa ada lima tahap proses konseling yakni pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian. Soli Abimanyu dan M. Thayeb Manrihu (1996) mengklasifikasikan konseling perorangan kepada lima tahap yang diawali dari pengembangan tata formasi dan iklim hubungan konseling awal, eksplorasi masalah, mempersonalisasi, mengembangkan inisiatif, mengakhiri dan menilai konseling.
Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas, terdapat kesamaan pentahapan dalam konseling perorangan. Dapat disimpulkan bahwa proses konseling perorangan dilakukan dalam lima tahap yakni tahap pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian. Adapun teknik-teknik yang dipakai dalam membentuk dan menyelenggarakan proses konseling pada umumnya disebut teknik umum. Sedangkan teknik khusus yaitu teknik-teknik yang diterapkan untuk membina kemampuan tertentu pada diri klien (Prayitno, 1998:28).

Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
• Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
• Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
• Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
• Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
• Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
• Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
• Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
• Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
• Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
• Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
• Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
• Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
• Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
• Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
• Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
• Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
• Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
• Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
• Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
• Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
• Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
• Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
• Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
• Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

Selasa, 13 Oktober 2009

BENCANA ALAM: Ratusan Rumah di Semaka Terendam

SEMAKA (Lampost): Banjir bandang akibat meluapnya Way Semaka kembali melanda sejumlah desa di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Jumat (5-12) malam.
Banjir yang mulai datang sekitar pukul 17.00, bukan hanya merendam areal persawahan yang baru saja mulai ditanami, melainkan juga ratusan rumah di bantaran Way Semaka, seperti Pekon Tulung Asahan, Sri Kuncoro, Sri Purnomo, Sudimoro, Sudimoro Bangun, Kanoman, Garut, Karangrejo, dan sekitarnya. "Ketinggian air di halaman rumah selutut orang dewasa. Warga sudah waspada. Kami menyarankan anak-anak dan orang tua untuk mengungsi," kata Jumaidi, Camat Semaka yang dihubungi Lampung Post, tadi malam.
Seperti banjir sebelumnya, kondisi paling parah terjadi di Pekon Tulung Asahan yang letaknya berada paling rawan, yaitu di bantaran Way Semaka. Banjir kali ini menjebol tanggul sungai dan menyebabkan air bah membuat alur sungai baru dan mengancam gedung SD dan permukiman warga. "Warga sangat ketakutan, trauma akibat banjir dan tanah longsor yang lalu saja belum pulih, sekarang ditambah lagi," kata Ahsan, Kepala Pekon Tulung Asahan tadi malam.
Banjir kali ini juga memupus harapan warga yang baru memulai musim tanam gaduh. Bibit padi bantuan Pemkab Tanggamus ikut hanyut terbawa banjir.
Sementara itu, Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Tanggamus Sujana Salim yang terus memantau keadaan tadi malam mengatakan banjir kali ini terjadi akibat hujan lebat yang terus terjadi sepanjang hari. "Warga butuh perahu karet untuk mengevakuasi dan menjangkau daerah di pelosok karena jalan terendam banjir hingga ketinggian satu meter," kata Sujana.
Sekitar satu bulan lalu, banjir juga melanda sejumlah kecamatan di sekitar Way Semaka. Saat itu, ratusan rumah terendam dan beberapa jembatan putus. n UTI/R-2

Jalinbar Putus Total


KOTAAGUNG (Lampost): Jalur lintas barat (jalinbar) yang menghubungkan Kabupaten Tanggamus dengan Lampung Barat putus total karena di sejumlah tempat ambles hingga 20 meteran. Untuk memperbaikinya, dibutuhkan waktu sekitar dua bulan.
Sedikitnya ada empat titik jalinbar yang terputus karena badan jalannya ambles. Keempat titik tersebut berada di Kecamatan Semaka, Tanggamus, tepatnya di kilometer 126; 126,2; 127; dan 129,2.
"Kerusakan badan jalan sebetulnya tersebar di lebih dari 24 titik. Umumnya badan jalan ambles sekitar 15 cm. Bahkan, ada yang ambles sampai 20 meter karena longsor ke jurang," kata pengawas lapangan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Lampung, Daryono, kemarin.
Kerusakan terparah berada di kilometer 129,2 yaitu di Desa Sedayu, Kecamatan Way Semaka. Di lokasi tersebut, panjang jalan yang ambles mencapai 25 meter. Dengan demikian, jalinbar yang menghubungkan Tanggamus dengan Lampung Barat terputus total.
Untuk membuka kembali jalur itu, pihak Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan (PPJJ) Provinsi Lampung akan merelokasi ruas jalan yang ambles ke sisi kanan jalan meski sedikit berisiko tertimpa longsor susulan.
"Untuk sementara, agar jalinbar bisa berfungsi, kami terpaksa merelokasi jalan ke sebelah kanan ke arah tebing bukit. Tidak ada cara lain. Kami juga tidak mungkin merelokasi jalan yang ambles itu karena kondisi topografinya tidak memungkinkan. Jadi, terpaksa trase jalan yang lama yang tetap kami pakai," kata Subagio.
Selama PPJJ membuka jalan alternatif, jalinbar ditutup seminggu. "Untuk seminggu ke depan, jalinbar masih ditutup. Setelah itu bisa dilalui, tapi hanya untuk kendaraan ringan saja," kata dia.
Untuk perbaikan ruas jalan yang ambles, PPJJ membutuhkan waktu sekitar dua bulan. Saat ini, PPJJ masih mengestimasi biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki ruas jalinbar yang rusak berat akibat longsor.
Koordinator analisis Stasiun Klimatologi Masgar, Goeoroeh Tjiptanto, Selasa (6-10), mengatakan kawasan Wonosobo dan Way Semaka di Tanggamus memang memiliki curah hujan tinggi.
"Karakteristik curah hujan di Wonosobo dan Way Semaka memang seperti itu. Awan-awan konventif mudah sekali terbentuk sehingga jika terjadi hujan, langsung deras. Ditambah lagi, struktur tanah yang labil membuat daerah ini rawan longsor," kata Goeroeh.
Sementara itu, tujuh alat berat telah dikerahkan untuk membuka kembali badan jalan yang tertimbun longsoran sepanjang 3,5 km, belum bisa berbuat banyak.
Hujan deras yang terus turun sepanjang hari mengakibatkan timbunan longsoran berupa material lumpur, kayu, dan bebatuan makin banyak.
Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan yang kembali meninjau lokasi, mendampingi anggota DPR dari daerah pemilihan Tanggamus, Lampung Barat, dan Lampung Selatan, Zulkifli Hasan, meminta warga tetap waspada karena banjir bandang mengingat hujan masih terus turun. "Semua langkah-langkah darurat akan dikerjakan untuk merehabilitasi daerah yang tertimpa musibah," kata Bupati.
Ratusan Rumah Rusak
Dari data yang terus masuk dan dikumpulkan aparat kecamatan yang kemudian dilaporkan ke Bupati, jumlah rumah yang hanyut mencapai 12 rumah, rusak berat 247 buah, rusak sedang hingga ringan 406 unit, dan rusak akibat rendaman lumpur dan air mencapai hampir 1.040 buah.
Khusus di Semaka, pekon yang terendam mencapai delapan pekon dari total 20 pekon, yakni Pekon Pardawaras, Way Kerap, Sedayu, Bangunrejo, Kacapura, Karang Agung, dan Sukaraja. Data kerusakan kemungkinan bertambah karena belum semua daerah yang tertimpa bencana didata.
Saat ini, bantuan terus berdatangan, tetapi jumlahnya sangat terbatas dan tidak semua warga korban banjir bisa mendapatkannya. Air bersih pun sulit diperoleh karena hampir seluruh sumber air rusak.
Pemkab di antaranya menyalurkan bantuan berupa mi instan dan beras. "Bantuan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah makanan instan, bahan pakaian, selimut, peralatan masak, dan obat-obatan, serta air bersih," kata Kabag Humas Tanggamus Zainuddin.
Hingga kemarin, hari ketiga pascabanjir dan tanah longsor, hujan masih mengguyur wilayah Kecamatan Semaka dan sekitarnya. Meski ketinggian air menurun, warga di sekitar perbukitan di Pekon Pardawaras, Way Kerap dan Sedayu--terutama wanita, anak-anak, dan lansia--masih mengungsi ke tempat kerabat yang dianggap aman dari terjangan banjir dan tanah longsor. Untuk sementara, kaum pria dewasa bertahan di rumah guna menjaga harta benda mereka.
BENCANA ALAM TANGGAMUS: Satu Keluarga Tewas Terseret Banjir
KOTAAGUNG (Lampost): Di antara korban banjir dan longsor di Kecamatan Semaka, Tanggamus, Minggu (4-10) dini hari lalu, terdapat empat korban yang merupakan satu keluarga.
Empat korban itu adalah pasangan Muhiban (45) dan Sumaini (40), bersama dua anaknya Iwan dan Yana (3), warga Pekon Kampung Baru, Kecamatan Pematangsawa, Kabupaten Tanggamus, yang sedang berkebun di perbukitan di Pekon Sedayu.
Dari keempat orang itu, baru jasad Sumaini (40) yang ditemukan warga, Minggu (4-10), sekitar pukul 10.00, tertimbun material longsoran di Pekon Way Kerap. Saat ditemukan, jasad Sumini tidak mengenakan selembar benang pun dan luka di sekujur tubuh, di antaranya di kening, tangan, dan paha sobek.
Sehari setelah disimpan di kamar mayat RSUD Kotaagung, mayat Sumaini yang waktu ditemukan belum diketahui identitasnya dipindahkan ke RSUD Pringsewu. Kemarin siang, Selasa (6-10), seorang warga Pekon Kampung Baru, Kecamatan Pematangsawa, Tanggamus, bernama Tumrin (50), datang ke RSUD Pringsewu dan mengenal mayat tersebut. Sumaini ternyata adik ipar Tumrin.
"Ini jasad Sumaini, istri adik saya, Muhiban. Selama ini mereka ngumbul (berkebun, red) di Sedayu," kata Tumrin hari itu, didampingi Toto, kepala Pekon Kampung Baru.
Hampir bersamaan dengan diketahuinya identitas Sumaini, warga Sedayu kembali menemukan jasad Muhiban (45), suami Sumaini, tak jauh dari lokasi ditemukannya jasad Sumaini, Selasa (6-10) siang. Warga masih mencari dua anak pasangan tersebut, Iwan (10) dan Yana (3), yang diduga ikut terseret banjir bandang dan tanah longsor.
"Saat tanah longsor terjadi, mungkin keluarga ini semuanya dalam kondisi tidur pulas karena lelah seharian bekerja di kebun, ditambah hawa dingin malam itu," ujar Tumrin, Selasa (6-10), sembari menangis tak henti-hentinya.
Rumah Muhiban berada di umbul, di lereng perbukitan. Ketika tanah longsor, rumah beserta pemilik dan isinya ikut tertimbun tanah longsor dan selanjutnya tersapu banjir yang datang bersamaan. n UTI/R-2

kenapa jaman sekarang ini masih menguasai ilmu megic

pada abad ini sangat populer sekali namanya magic, hipnotis dan lain-lain, padahal sekarang jaman modern kok iya masih percaya dengan gituan, padahal tuhan telah memberikan pikiran untuk kita berpikir.

juusstru jaman sekarang ini banayak sekali tayangan di Televisi yang memunculkan magic yang di siarkan langsung padahal seperti itu tidak mendidik emang benar itu hanya untuk menghibur tapi alangkah hebat benar manusia ditusuk tidak mempan apalagi makan beling itu udah keluar akal sehat manusia apalagi yang menggunakannya bukan orang yang beriman justru dia lebih hebat di bandingkan tuhan yang menciptakannnya, apakah mereka tidak takut dosa, waajar indonesia selalu di beri cobaan oleh tuhan karena apa ///

karena manusia lupa bahwa yang menciptakan dirinya itu siapa namun mereka malah membanggakan dirinya sebagai orang yang hebat.

semoga para ulama dapat terketuk hatinya agar dapat mengeluarkan patwa yang tentang magic yang ditayangan di televisi.

Senin, 12 Oktober 2009

Hadis Ibnu Abbas r.a:
Dia mendengar Nabi s.a.w bersabda dalam khutbahnya: Sesungguhnya kamu akan menemui Allah dalam keadaan berjalan kaki, telanjang dan belum berkhatan
Hadis Abu Hurairah r.a:
Nabi s.a.w bersabda: Manusia akan dibangkitkan dalam tiga keadaan; takut, berharap dan dua, tiga, empat serta sepuluh orang di atas seekor unta. Selebihnya akan dikumpulkan di dalam Neraka pada setiap ketika di mana sahaja mereka berada samada pada waktu malam, pagi, tengah hari atau petang