Sabtu, 03 Oktober 2009

puisi

LAMUNAN SENJA


Kala senja memenuhi ruang hatiku
Seketika menjelma menjadi ruang yang gelap
Meraba-raba, merindu sumber cahaya
Menanti-nanti datangnya seberkas sinar

Kala diriku tersungkur pada sepi menyiksa diri
Dalam sebuah ruang gelap nan sunyi
Kau datang sebagai sinar terang membawa harapan
Hingga menyilaukan pandangan

Kau membuka kedua tanganmu
Seraya tersenyum menantiku berlari dalam peluk hangatmu
Erat dan hangat kurasakan kemesraan itu
Kau kecup keningku dengan sejuta kasih

Doorr…r!
Teriakan seorang teman mengagetkanku hingga buyar semua lamunan
Kampret! Kalau dia bukan temanku
Akan kuadukan dia ke pihak yang berwajib
Atas tuduhan melakukan tindakan yang tidak menyenangkan


BILIK HATI


Sebuah bangunan hati yang begitu megah
Di dalamnya tersusun ruang-ruang yang begitu indah
Terdapat berbagai hiasan dan warna warni bunga
Merah, kuning, hijau, biru, dan lain sebagainya

Di bagian tengah bangunan itu terdapat ruang yang lebih besar
Tertutup oleh pintu yang kokoh
Terkunci dengan rapat
Rapat dan sangat rapat
Pada suatu hari aku meminta ijin kepada pemiliknya
agar aku diperkenankan masuk kedalamnya.

Kepadaku pemilik ruang itu berkata:
“Sudah puluhan tahun ruang itu terkunci dengan rapat, tidak ada seorang pun yang pernah masuk didalamnya, hendak apa engkau ingin masuk dalam ruang itu?”

Mendengar jawaban itu, aku hanya diam. Seketika mata hatiku menerawang sebuah ruang yang sangat gelap, dan pengap. Sebuah ruang yang bila terbuka pintunya akan dapat merusak ruang yang lainnya.
Tanggal pembuatan : 02 Mei 2009
JERIT RINTIH SEORANG PEREMPUAN

Menjerit mulutnya penuh rintih
Tangis memilukan membahana memecah ruang-ruang keheningan
Badannya kaku, kulit memucat
Kain di tubuhnya terkoyak oleh ganasnya gelombang lautan
Tiada dihiraukannya lagi kejamnya dunia
Kini hanya berwariskan sedih dan nestapa
Sedang orang-orang yang berdiri
Hanya selayak patung mengelilingi
Sepertinya sengaja membiarkan perempuan itu menikmati jerit rintih
Dalam tangis yang begitu memilukan.

Tubuhnya terkulai lemas
Terbaring di atas sepi sendiri dukacita yang tak terduga
hilang sudah angan cita bersama gelombang yang menyapu daratan
selayak pohon tanpa akar tunjang di tepi laut
hanya menunggu datangnya gelombang pasang
dan siap merobohkannya, menghanyutkannya hinggda akar

ditengah kegalauan hatinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar